Selain Ilmu dan Amal


Pernahkah kalian mengalami momen ketika kalian butuh insight, pencerahan, lagi haid tidak bisa sholat istikharah namun Masya Allahnya semua pihak menunjukan value dan saran yang sama? Ya, aku pernah. 

Ketika hal ini berkaitan dengan penilaian atas seseorang, kadang aku dibutakan oleh silaunya sinar majelis ilmu. Aku yang dulu menilai bahwa orang yang bersusah payah di majelis ilmu semua adalah orang baik even lebih baik dari pada orang yang tidak. Namun ternyata aku tidak bisa menilai manusia dari apa yang nampak. karena semua soal hati, baik dan buruk soal bagaimana hati kita dan itu tiada yang tahu.

Ayah mengingatkanku bahwa manusia pasti ada baik dan buruknya. Ayah mengingatkanku bahwa banyak orang diluar sana, yang datang kajian, yang terlihat haus mencari ilmu hanya mampu menelan nilai agama hingga lidah dan kerongkongan. Ayah mengatakan kembali bahwa tiap manusia itu tak bisa dinilai dari bagaimana dia berpakaian saja, harus dilihat bagaimana dia bersikap dan memperlakukan orang lain. Aku masih belum paham, aku masih denial dan kekeuh dengan pemikiran. 

Ada hal-hal fundamental yang perlu dilihat apabila kita ingin menilai seseorang. Hal-hal fundamental ini tidak serta merta dibandingkan dengan bagaimana level kita karena toh setiap manusia level dan pacenya berbeda. Namun yang bisa dilihat adalah bagaimana potensi serta start kebaikan itu telah dimulai dan bisa dipupuk kedepannya. Kembali aku menyadari bahwa datang ke majelis ilmu memang baik, belajar menjadi baik itu penting, dan salahnya aku masih berfikir hal itu segalanya mengalahkan bagaimana dia mencintaiNya.

Hingga pada malam hari, ketika sedang tapping podcast dengan kawan di dalam mobil (kawanku perempuan tentu saja) hal itu terjadi. Kami memilih tapping di suatu restoran fastfood daerah mampang. Ketika itu aku ingin ke kamar mandi dan akhirnya aku memilih keluar mobil dan ke toilet McD, memasuki gedungnya. Saya melewati beberapa mas-mas berbaju koko turki, berjanggut, berpeci dengan sedikit mempercepat langkah toh karena tidak kenal mereka pula. Sepintas saya mendengar mereka bilang “duh Sholehahnya, masya Allah, shalehahnya” sambil dengan nada bercanda menggoda. 

rasanya.’
mau. 
marah.

marah. 

Langsung saya berlari ke dalam. Hati saya merasa benar-benar marah gelisah. Astaghfirullaah, apa maksudnya mereka? Cat calling?

Mereka berpakaian muslim, mereka mengatakan kata-kata seorang muslim, mereka berkumpul dengan kawan-kawan yang seperti muslim. Namun sungguh kata-kata mereka membuat seseorang tidak nyaman. Mungkin ini yang ayah katakan bahwa hati manusia tidak ada yang tahu. Ini mungkin yang ayah katakan tentang nilai nilai islam yang hanya manusia dan tuhannya yang tahu. Tapi yang aku teriakan soal mereka ketika itu adalah
“Tidak tahu adab!”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjaga Kewarasan

Edisi Hari #1 Menoreh Pagi

Tentang Berkembang